Peran saya sebagai coach di sekolah saya terapkan pada murid dan guru lain baik teman sejawat, rekan kerja dalam satu rumpun mata pelajaran maupun guru mata pelajaran yang lain.  Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan cara yang saya lakukan saat berinteraksi dengan murid maupun dalam membangun relasi dengan guru lain.

“mencoba memahami apa yang dirasakan orang lain adalah cara bijak agar kita tidak mudah Berburuk sangka pada orang lain”

Filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita sebagai pendidik agar menuntun segala kodrat anak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan. Untuk itu penting bagi kita mengembangkan keterampilan coaching sebagai komunikasi pembelajaran dengan murid berupa pemberian ruang kebebasan bagi murid untuk menemukan kekuatan dirinya. Dengan demikian, segala kodrat anak baik kodrat alam maupun kodrat zaman bisa tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa dihantui bayangan ketakutan yang membahayakan dirinya.

Hal ini juga selaras dengan paradigma pembelajaran berdiferensiasi yang ingin pkita kembangkan dalam kelas pembelajaran kita. Bahwa pembelajaran diferensiasi untuk adalah upaya untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid dan sebagai guru kita bisa lebih memahami kebutuhan belajar murid melalui komunikasi pembelajaran yang berbasis coaching.

Pada awal mempraktekkan proses coaching bersama dengan siswa masih terdapat beberapa kendala yang dialami. Sebagai coach, saya masih kesulitan dalam mengarahkan coachee mengindentifikasi permasalahan yang dihadapi. Setiap kali pertanyaan identifikasi diberikan coachee tampak bingung menjawabnya. Sebagai rencana tindak lanjut berdasarkan hasil refleksi,maka saya sebagai coach perlu mengembangkan kembali tahapan alur tirta terutama pada mengidentifikasi masalah, agar mampu membimbing coachee menemukan inti permasalahannya.

Setelah mempelajari tentang pembelajaran berdiferensi, saya mencoba mempraktekkannya di kelas pembelajaran yang saya ampu. Saya mencoba menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid. Setelah proses pembelajaran, saya melakukan refleksi dan dari hasil refleksi diperoleh bahwa siswa merasa senang dengan pembelajaran yang telah dilakukan dan merasa terbimbing serta tertantang untuk lebih memiliki kepercayaan diri. Hal lain yang diungkapkan siswa dalam sesi refleksi adalah siswa merasa sedikit “tertekan” dengan batasan durasi yang diberikan pada saat pembelajaran. Sebagai tindak lanjut dari hasil refleksi ini, maka saya akan mencoba mengatur durasi pembelajaran yang lebih memperhatikan kecepatan belajar siswa.

Sebagai coach bagi guru lain, tugas kita adalah meningkatkan kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid. Melalui pendekatan proses coaching, kita membantu guru lain untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran sehingga bisa menuntun segala kodrat anak. Untuk itu, kita harus mampu memberdayakan diri kita sendiri melalui refleksi atas pengalaman pembelajaran kita di kelas dengan terus membangun kolaborasi dengan teman sejawat dan rekan kerja.

Dalam proses coaching dengan guru lain ada beberapa hal yang harus kita perhatikan yaitu posisi kita sebagai coach dan guru lain sebagai coachee harus dipandang sebagai mitra belajar kita. Karena sebagai mitra maka posisi kita dengan guru lain adalah setara atau sama. Dengan demikian akan terjalin relasi yang apresiatif yang dapat memberikan perspektif keselarasan dalam berinteraksi dan berdialog antara kita sebagai coach dan guru lain sebagai cochee.

Disamping sebagai mitra belajar, proses coaching yang terjadi antara kita dengan guru lain harus terjalin dengan diliputi rasa kasih dan persaudaraan, membuka ruang emansipatif dan merupakan ruang perjumpaan pribadi antara kita sebagai coach dan guru lain sebagai coachee.  Dengan kondisi yang seperti itu maka kebebasan akan tercipta melalui pertanyaan-pertanyaan rekflektif sehingga mampu menguatkan kekuatan diri coachee.

Beberapa prinsip dalam menerapkan coaching dengan guru lain akan bisa terlaksananya jika kita memiliiki kompetensi sosial dan emosional yang baik. Dengan kata lain bahwa kompetensi sosial dan emosioanal kita dalam menerapakan coaching dengan guru sangat penting agar mampu membangun suatu komunikasi yang saling menghargai dan bermakna satu sama lain. Jelas disini ada kaitan erat antara konsep kita sebagai coach dengan pentingnya diri kita memiliki kompetensi sosial dan emosional.

Sebagai pemimpin  pembelajaran, maka kita menjalankan filosofi among Ki Hadjar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani. Disamping itu juga, kita menerapkan pola pikir inkuiri apresiatif dalam memimpin perubahan sehingga mereka lugas dalam mengemas pertanyaan-pertanyaan pemantik dialog yang mengungkap potensi, kekuatan atau aset individu maupun sekolah demi pencapaian visi bersama. Disinilah pentingnya proses coaching dalam kaitannya dengan peran kita sebagai pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran penting bagi kita untuk menguasai dan menerapkan coaching agar mampu mengembangkan kekuatan dan potensi diri kita. Dengan demikian, kita sebagi coach dan guru lain sebagai coachee akan sama-sama dapat tergali potensi dan kekuatan dirinya.

Pengalaman menjadi coach bagi guru lain sangat menarik bagi saya dan saya merasa cukup puas karena coachee merasa terbantu dan mampu menentukan rencana aksi yang akan dilakukan dengan penuh komitmen dan tanggungjawab. Hal yang perlu ditingkatkan dalam proses coaching bagi guru lain adalah keterampilan memberikan pertanyaan berbobot bagi coachee khususnya pada tahapan identifikasi dalam alur percakapan Tirta.(*)